Catatan inspirasi di orientasi pertama Kawan Sumut Bolehkah seorang relawan "sombong"? Berapa banyak sih yang didapatnya sehingga ia layak untuk "menyombongkan diri?" 19 November 2016, sebuah poster kegiatan berjudul "ORIENTASI RELAWAN" muncul di laman media sosial saya. Ada jargon yang menarik mata, yang akhirnya sukses buat saya berfikir "Wah, ini gak boleh dilewatin". Apa kira-kira jargonnya? Begini jargon yang mereka gunakan "Dengan jadi relawan ternyata kita sudah ikut membangun bangsa" JAUH sebelum hari itu, saya memang kesulitan mencari jawaban mengapa saya sangat tertarik pada dunia kerelawanan. Bukan jawaban untuk diri sendiri, tapi jawaban yang bisa saya berikan kepada orang-orang yang dengan nyinyir menanyakan "kebermanfaatan" kegiatan-kegiatan saya yang ternyata tidak menghasilkan 1 rupiah-pun ke dalam kantong. Februari 2016 lalu, hal ini sempat saya, Kak Rizky Nasution (Medan Heritage), dan kak Windy (Teri Bajak Medan) bahas di pendopo Merdeka Walk. Bukan diskusi serius ala-ala pejabat, tapi diskusi santai (cuma topik yang dibahas aja yang serius :P :D). Sambil lesehan kami cerita-cerita, tapi ada 2 hal yang paling saya ingat dari cerita-ceritanya kami ini. Begini kira-kira pointnya "wajar kalau Orang Tua ataupun orang terdekat kita (misal keluarga) khawatir soal kegiatan-kegiatan ini. Karena mereka takut kita gak bisa settled dalam hidup dengan kegiatan-kegiatan yang kita sebut volunteering ini. Settled disini maksudnya secara finansial, karena life needs money. Keresahan mereka itu hanya ada 1 solusi, yaitu pembuktian. Tanggung jawab kita sebagai anak ya membuktikan ke Orang Tua kesuksesan kita. Jadi buktikan ke mereka kalau kita bisa sukses. Orang Tua, Keluarga, mereka cuma butuh pembuktian, kalau yang kita kerjakan ini bukanlah hal-hal yang gak berguna. Itu aja. Kalau mereka akhirnya mengerti, mereka pasti mendukung." Pertanyaan dalam hati untuk Orang Tua dan Keluarga terjawab sudah dari sesi curhat bersama kami ini. Tapi masih tersisa 1 pertanyaan lagi yang belum terjawab, sampai akhirnya saya datang ke orientasi relawan ini. Sorry to say, mungkin terdengar kasar. Tapi banyak disekeliling saya orang-orang yang dengan nyinyir menanyakan "ngapain sih Des? Dibayar pun enggak tapi seheboh itu publishnya", atau, "Aku aja udah kerja sekarang, sudahilah kegiatan-kegiatanmu itu. Udah cukup. Berhenti aja. Sekarang cari uanglah banyak-banyak," atau ini yang paling nyesss "Buat apa berprestasi ini itu tapi gak ada uang dari situ? Mending gak ada prestasi tapi duit ngalir". Sekali dua kali sih masih diabaikan ya, tapi semakin sering denger nyinyiran kayak gini lama-lama saya berfikir kayaknya harus punya "senjata" kalau suatu hari pertanyaan atau statement begitu dilemparkan lagi kepada saya. Rasanya bibir ini gatel sekali pengen menjawab, ibarat orang marah, currrrrr kita siram kepalanya pakai air pelan-pelan pakai jawaban kita. SADIS ya jawaban saya? Hmmm kalau kamu menyaksikan atau merasakan sendiri gimana kata-kata nyinyir itu menusuk jantung, barangkali yang saya katakan ini belum seberapa sadis :D "Jika setiap tempat adalah sekolah, maka setiap orang adalah guru" - Bayu Gawtama, Founder Sekolah Relawan Diskusi bersama ini diawali dengan memahami makna kerelawanan itu sendiri. Sebelum saya menguraikan makna kesukarelawanan dari pemahaman saya selama diskusi ini, menurut teman-teman pembaca kerelawanan itu apa? Relawan itu apa? Nah, coba diingat-ingat dan difikirkan sebentar, kalau sudah boleh lanjut baca :) Sesuai dengan judul post kali ini, saya akan membahas Mengapa seorang relawan harusnya "sombong". Untuk informasi soal sekolah relawan, karena sudah terkenal juga :P :D teman-teman yang penasaran bisa langsung cek website (www.sekolahrelawan.com) atau media sosial mereka. Oke lanjut soal makna kesukarelawanan. Kapan kira-kira seseorang disebut sebagai relawan? Ada 4 alasan mengapa seseorang menjadi relawan. Apakah menjadi relawan itu ketika bergabung ke dalam suatu komunitas, lalu kemudian melakukan pengabdian masyarakat? Ya, ini disebut relawan. Bergabung dan menjadi bagian dari suatu komunitas berarti memiliki visi yang sama dengan komunitas tersebut, positifnya. Lalu katakanlah teman-teman sekomunitas tersebut melakukan diskusi dan menemukan adanya suatu permasalahan yang ingin dibantu bersama-bersama. Umumnya, komunitas bergerak secara swasembada atau sukarela, walaupun ada beberapa yang memperoleh bantuan dana, unumnya dana tersebut akan digunakan untuk social service. Komunitas apa yang dikatakan bekerja secara sukarela? Siapa saja. Lingkungan, Sosial, Pendidikan, Budaya, semua yang kegiatannya ditargetkan untuk pengabdian kepada masyarakat banyak. Menjadi relawan dengan alasan yang demikian disebut sebagai Kepedulian Sosial. Rasa peduli itu muncul ketika teman-teman menyadari bahwa ada suatu permasalahan di lingkungan sekitar, paham solusi yang bisa diimplementasikan, dan mau melakukannya bersama-sama orang yang juga memiliki kepedulian yang sama. Adalah bang Togu Simorangkir, pendiri Yayasan Alusi Tao Toba. Melihat masih sulitnya akses buku belajar berkualitas di banyak daerah sekitar Danau Toba, Bang Togu berkeinginan membantu menyediakan buku belajar berkualitas kepada adik-adik disana. Salah satu kemampuan terbaik yang dimilikinya adalah berenang. Berbekal kemampuan terbaiknya tersebut, Bang Togu ingin menghadirkan solusi melalui aksi Berenang Berbagi 2015, berenang sejauh 18 km dari Pulau Samosir ke Balige untuk menggalang dana pengadaan kapal belajar di Danau Toba. Menjadi relawan gak harus hebat. Cukup berikan kemampuan terbaik yang kita miliki untuk membantu masyarakat. Aktualisasi diri, adalah ketika kita terdorong untuk menjadi relawan dengan memberikan kemampuan terbaik yang kita miliki dalam upaya kita membantu masyarakat. Apa kemampuan terbaik yang kamu miliki? Salah satu kemampuan terbaik saya adalah mengajar, selain karena latar belakang pendidikan saya, mengajar bagi saya tidak selamanya harus di ruang kelas. Sebelumnya dan hingga saat ini, saya pernah terlibat volunteering untuk mengajar sukarela di Desa Karang Gading bersama 1000 Guru, dan dari 2014 hingga sekarang dalam Climate Class bersama Youth for Climate Change. Kamu bisa fotografi? Ajarkanlah fotografi. Syukur-syukur bisa menjadi ladang usaha bagi mereka yang kamu ajarkan. Kamu bisa masak? Bantu dapur umum kegiatan-kegiatan sosial dengan memberikan mereka makanan sehat dan lezat dari hasil tanganmu. Kamu bisa nari/nyanyi? Hibur adik-adik di bangsal kanker anak di banyak rumah sakit di Indonesia. Percaya atau tidak kebahagiaan dan tawa adalah obat paling mujarab sejagad raya! Kamu bisa main musik? Gabunglah di acara penggalangan dana dengan memperdengarkan musik terbaikmu. Gak mungkin seseorang gak punya keahlian apapun, pasti ada 1 hal yang bisa kita lakukan dengan baik. Sedikit waktu yang kita berikan, bisa jadi pintu perubahan dahsyat yang tak terkira suatu saat nanti. Semua agama mengajarkan kebaikan bukan? Ketika kamu menyadari bahwa sebagai sesama manusia kita harus berbuat baik kepada sesama sebagaimana agama mengajarkan kita, alasan ini disebut sebagai alasan ideologis. Gak ada satu agamapun yang mengatakan untuk berbuat baik hanya kepada sesama agamanya. Seperti kata Bang Dony Aryanto, Executive Director Sekolah Relawan, kita jangan memilih untuk siapa kebaikan itu kita berikan. Tidak ada alasan yang bisa menjadi pembenaran mengapa seseorang tidak layak untuk menerima secuil kebaikan yang mungkin bisa kita berikan. Sederhananya, membantu seorang nenek menyebrangi jalan pun sebenarnya suatu wujud kesukarelawanan, dengan catatan kita tidak mengharapkan imbalan dari perbuatan kita tersebut. Saya sendiri mengkategorikan alasan yang mendorong saya untuk melakukan volunteering kedalam Kepedulian Sosial, Aktualisasi Diri, dan Lain-lain (diluar ketiga alasan yang disebutkan diatas). Saya mengetahui bahwa masih banyak daerah di Sumatera Utara yang termarginalkan karena letaknya yang jauh dari perkotaan, dan karena salah satu kemampuan yang dapat saya lakukan dengan baik adalah mengajar, akhirnya saya memutuskan untuk sedikit membantu dengan menjadi tenaga pengajar sukarela disana. Sayangnya karena keterbatasan saya yang masih mahasiswa, saya hanya bisa beberapa hari disana. Tapi mengajar gak harus dikelas bukan? Banyak hal yang bisa dilakukan dengan berbekal kemampuan kita. Selain karena kepedulian sosial dan aktualisasi diri, ada hal lain yang mendorong saya melakukan volunteering, terutama mengajar dan menjadi relawan untuk lingkungan hidup, yaitu impian saya. Salah satu impian terbesar saya adalah mendirikan Green School. Sebuah sekolah dimana anak-anak dapat belajar dan berkembang bersinergi dengan alam, memahami makna menjaga lingkungan baik. Ibarat membangun sebuah rumah, perlu batu bata, semen, kerikil, dan kayu, dan lainnya, membangun impian sama halnya. Sadar betul masih banyak sekali yang harus saya pahami, alami, dan pelajari untuk menuju impian tersebut, saya memulainya dari hal-hal kecil. Terus kapan seseorang dikatakan relawan? Dari pemahaman saya selama diskusi, seseorang dikatakan menjadi relawan ketika Ia menyadari ada permasalahan disekitarnya, paham apa yang harus dilakukannya, lalu dengan ikhlas menawarkan dirinya untuk membantu. Gak harus hebat dulu. Gak harus gabung di komunitas dulu. Menjadi relawan itu berarti berbagi apapun yang kita mampu bagi untuk kebaikan. Bagi-bagi tawa sama orang yang sedang sedih, bagi-bagi balon kecil untuk adik-adik di bangsal kanker, bagi-bagi makanan gratis sebisa kita untuk fakir miskin dan musafir, bagi-bagi alat tulis untuk adik-adik kurang mampu di sekolah, berbagi apapun yang kita bisa. "Hidup tanpa berbagi adalah kesalahan." - Togu Simorangkir, Yayasan Alusi Tao Toba Sekarang kita bahas kenapa sih seorang relawan harusnya "sombong"? Seberapa banyak sih yang didapat seorang relawan sehingga ia layak menyombongkan dirinya? 1. Jadi Relawan gak dapat Uang, tapi bisa memberikanmu hal yang gak bisa dibeli Uang. Tahun 2016, disaat semua serba matrealistis, ketika sebagian besar orang menganggap kesuksesan adalah MAPAN, apa masih ada yang gak bisa dibeli uang? Jawabannya ADA. Menjadi relawan membuat kita "menghidupkan" lagi sisi kemanusiaan dalam diri kita. Kebahagiaan yang diperoleh selama menjadi relawan adalah kebahagiaan yang akan selalu kita ingat. Mungkin di kota gampang banget buat beli sepatu sekolah, tapi ketika sepatu sekolah biasa itu kita berikan kepada anak-anak di pelosok daerah, sepatu itu menjadi istimewa. Bayangin deh kalau sepatu sederhana yang kamu berikan itu dipakai seorang anak, yang dulunya sepatunya lusuh dan penuh robek, yang dipakainya jalan kaki bermil-mil jauhnya, lalu dengan mata berbinar dan tawa lebar sepatu yang kamu kasih diterimanya, membuat dia lebih semangat lagi bersekolah walaupun mungkin sekolahnya jauh dibalik pegunungan, harus menyebrangi sungai dulu, ah pokoknya sepatu sederhana darimu itu menjadi pemanis dan penyemangatnya untuk lebih semangat bersekolah diantara getirnya kehidupannya yang serba gak mudah. Bayangin deh harga 1 sepatu sekolah berapa sih? Coba kalau kamu pakai buat nongkrong di Cafe untuk haha hihi huhuuhu selfie-selfie, sekali duduk habis berapa? hmmm pasti lebih dari harga 1 sepatu sekolah anak SD ya nggak? Bukan berarti kamu gak boleh senang-senang loh. Senang-senang boleh, akan tetapi alangkah baiknya "memberi makan" sisi kemanusiaanmu dengan sedikit berbagi. Yang kecil bagi kita, bisa jadi sangat berharga bagi seseorang diluar sana. 2. Jadi Relawan membuatmu Tambah Cerdas What? Tambah cerdas? Belajar apa sih sampe bisa bikin cerdas? Selama menjadi relawan, kamu akan menghadapi kondisi yang sebelumnya (mungkin) belum pernah kamu lihat/alami. Hal terparah yang pernah saya alami selama volunteering adalah ketika satu-satunya tempat air bersih ada di rumah Pak Kepala Desa, sisanya? hanya air berwarna yang menurut standar kesehatan sudah pasti tidak layak minum. Mengalami pahit-manis kesukarelawanan akan menambah pengetahuanmu, gak cuma intelektualitas tapi juga spiritualitas. Kamu akan menjadi pribadi yang lebih bijak menyikapi masalah (karena selama volunteering kamu akan melihat bisa jadi masalahmu itu hanya buih di lautan dibandingkan masalah yang orang lain hadapi), dan wawasan kamu akan bertambah karena kamu bertemu orang-orang hebat. 3. Jadi Relawan menghadiahimu teman-teman yang gak cuma bisa diajak senang-senang, tapi juga susah-susahan bareng. Karena biasanya mereka yang terjun ke dunia kesukarelawanan adalah orang-orang yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi, mereka akan cenderung gak bisa tutup mata gitu aja ketika ada permasalahan dibeberkan di depan mereka atau ada seseorang yang memerlukan bantuan. Sekalipun mereka gak bisa membantu, percaya deh 1000000% mereka akan merujuk orang lain yang kemungkinan bisa membantumu. Belum lagi ketika diajak kolaborasi kegiatan sosial bareng, mereka pasti antusias! Pssttttt ada juga yang ketemu jodoh ketika menjadi relawan loh, apakah salah satu teman relawanmu mungkin menjadi jodohmu ? :D 4. Pelajaran hidup sesungguhnya akan banyak kamu rasakan selama menjadi relawan. Ada kalanya kondisi yang kamu lihat selama menjadi relawan bikin hati pilu teriris, terutama saat kamu menjadi relawan di daerah pelosok jauh dari Ibu Kota. Pelajaran mengenai bersyukur sekecil apapun nikmat yang kamu dapat, menghargai hidup meskipun sulit, dan banyak pelajaran berharga lainnya gak akan kamu dapatkan dengan mudah di bangku sekolah/kuliah. Disini, mereka yang dianggap para kaum matrealis sebagai "gak punya apa-apa" justru akan membuat matamu terbuka tentang makna "kaya yang sebenarnya". 5. Networking for Good . Seringkali, terutama soal kegiatan komunitas yang berbasis volunteering, akan memikirkan gimana caranya "make things work with no money at the beginning" alias swasembada. Disini kamu akan belajar memperluas networking for good, untuk menjalin kolaborasi bersama anak muda lainnya yang bicara soal "how to make it works" bukan soal "how much we can get". Sedikit demi sedikit kenalanmu akan bertambah, bahkan bisa jadi orang-orang hebat yang sebelumnya cuma bisa kamu stalking di media sosial bisa jadi partner kamu untuk networking for good ;) Dari uraian saya diatas, bagaimana menurut teman-teman? Berapa banyak sih yang didapat dari menjadi relawan? Bisa gak kelima hal diatas dibeli dengan uang? Kalau kata saya mah, sekalipun mengeruk emas, belum tentu seseorang dapat merasakan kebahagiaan menjadi seorang relawan. Jadi, pantaskah seorang relawan "sombong"? "Sombong" disini saya artikan sebagai berbangga diri untuk kebahagiaan dan kebermanfaatan yang didapatkan. Menjadi relawan bukan berarti gak bisa sukses. Orang-orang hebat dibalik Sekolah Relawan justru memiliki kehidupan yang bisa dibilang mapan. Ada yang merupakan Direktur perusahaan, pebisnis, dan masih banyak lagi. Akan tetapi kesuksesannya itu tidak membuat mereka "lupa" tentang berbagi, malah dari cerita mereka, pengalaman dan pelajaran selama menjadi relawan banyak membantu mereka dalam menjalankan perusahaan. "Seni tertinggi dalam kepemimpinan adalah melayani" -Dony Aryanto, Direktur Eksekutif Sekolah Relawan Setuju gak sama yang dibilang Bang Dony?
Kalau saya sih setuju pakek kali. Setuju kali! Menurut saya, dengan melayani seorang relawan tengah memimpin orang lain, orang-orang yang masih enggan menjadi relawan untuk mulai menjejakkan kakinya ke dunia kesukarelawanan melalui dirinya sendiri. Jadi apakah seharusnya seorang relawan "sombong"? Harusnya iya, Sombongkanlah bagaimana menjadi relawan itu membahagiakan dan membuatmu merasa menjadi manusia yang lebih peduli kepada sesamanya. Sombongkanlah bagaimana menjadi relawan membuat hal kecil darimu ternyata membawa kebermanfaatan yang besar. Sombongkanlah bagaimana menjadi relawan membuat belajar banyak mengenai kehidupan dibalik kotak kenyamanan sebelumnya. Dari sharing dan diskusi selama orientasi Kawan Sumut, hal lain yang saya peroleh adalah bahwa sesungguhnya sangat sangat sangat banyak yang bisa kita lakukan. Pertanyaannya adalah apakah kita berani menghadirkan diri untuk mengambil kesempatan tersebut. Seperti halnya saya yang juga masih terus belajar dan ingin berbuat banyak, semoga teman-teman yang membaca ini juga kemudian tergerak untuk mulai ikhlas menjadi relawan bagi permasalahan yang ada di sekitar kita. Hidup untuk makan, sekolah, kerja, dan berkeluarga, memang baik, akan tetapi akan jauh lebih baik jika kita tidak hanya peduli terhadap kesejahteraan diri sendiri, tapi juga orang lain. Salam Relawan. Desi Saragih, Medan, 21 November 2016.
2 Comments
So inspiring Des. Coba jika banyak orang punya sudut pandang ttg volunterism seperti itu, pasti pandangan-pandangan kapitalis tsb akan terkikis. Pembangunan tidak akan butuh biaya besar jika setiap orang mau bahu-membahu dgn sukarela dan itulah nilai luhur gotong royong yg telah nenek moyang kita ajarkan dari dulu. Sayangnya nilai-nilai itu kini sudah banyak terkikis.
Reply
Leave a Reply. |
Author says :
Archives
Categories
All
|