Jam Karet Indonesia dan Kai Zen dari Jepang“Shinkasen N700 menuju Hokkaido berangkat pukul 07.05 pagi” Demikian sebaris teks berjalan mengisi papan pemberitahuan. Ramai sesak stasiun kereta bawah tanah sudah tampak bahkan sebelum terang menyelimuti kota. Semua orang berjalan dengan cepat. Dan benar saja, 1 menit sebelum keberangkatan, tanda peringatan berbunyi. Tepat 07.05 pagi kereta menuju Kyushu telah melaju tanpa ampun. Tak peduli dengan mereka yang terlambat barang 1 menit. Tokyo, 19 November lalu, sebuah berita menghebohkan netizen dunia. Akibat kasus bunuh diri di rel Shinkasen, kereta mengalami keterlambatan selama 5 menit. Sebagai bentuk permintaan maaf, petugas Kereta Api (KA) membungkuk sambil meminta maaf kepada ratusan penumpang yang tengah dievakuasi di dekat stasiun Shin-Kobe dengan cara berjalan berurutan di rel.
Kai Zen, istilah yang berarti tepat waktu dan efisien dalam bekerja, berkomitmen tinggi dan bertanggung jawab pada pekerjaan. Tak main-main memang, selain sakura, Jepang juga dikenal dunia karena sikap disiplin dan tepat waktu yang mengakar pada kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Waktu sangatlah berharga dan kehidupan berjalan begitu cepatnya. Keterlambatan bagi mereka sangat memalukan, dan terjadi akibat faktor yang benar-benar tak terduga dan tak terencana. Berkaca pada Indonesia saat ini, hal yang sebaliknya justru terjadi. Sikap tidak disiplin dan kurang menghargai waktu menjadikan “jam karet” sebagai budaya di hampir semua golongan masyarakat. Janji bertemu pukul 8 pagi, nyatanya pukul 8 pagi baru beranjak menuju lokasi pertemuan. Terlambat? Sudah pasti. Lalu apa yang terjadi? Ada saja alasan yang dapat ditemukan dengan mudah. Disiplin dan tepat waktu menjadikan Jepang negara maju yang produktif. Nilai-nilai kedisipilinan yang ditanamkan sejak kecil membentuk masyarakat Jepang menjadi unggul. Mereka menyadari betul betapa banyaknya hal yang bisa dilakukan untuk setiap waktu yang mereka habiskan. Banyak sekali pelajaran tentang “how to live the life to the fullest” yang dapat kita ambil dari Jepang. Selain disiplin waktu, Jepang juga terkenal ulet dalam bekerja dengan sikap kerja keras yang mereka tanamkan pada segala hal. Contohnya Bushido, yaitu tentang semangat kerja keras yang tak kenal lelah. Keisan, yang menuntut kerajinan, kesungguhan, minat dan keyakinan, hingga akhirnya timbul kemauan untuk selalu belajar dari orang lain. Keterbatasan sumber daya alam, seringnya dilanda bencana gempa, tsunami yang mengancam, dan berbagai rintangan lainnya tidak mengecilkan semangat Jepang untuk bersungguh-sungguh memanfaatkan waktu mereka demi kehidupan yang lebih baik. Malu sekali jika Indonesia yang dihadapkan dengan berbagai kekayaan sumber daya masih bermalas-malasan, mengulur-ulur waktu, dan menumbuh-suburkan budaya jam karet. Sudah saatnya Indonesia menumbuhkan sikap disiplin dan tepat waktu. Sudah saatnya mengadopsi Kai Zen untuk menggantikan jam karet. Jika masyarakat Jepang mampu menjadi SDM unggul melalui sikap disiplin dan tepat waktu dengan berbagai keterbatasan yang mereka miliki, maka Indonesia sudah sepatutnya mampu menjadi SDM unggul dengan cara yang sama. Esai untuk Beasiswa DataPrint 2015 dan memenangkan Beasiswa Dana Pendidikan Data Print senilai Rp. 1.000.000,-
0 Comments
Leave a Reply. |
Author says :
Archives
Categories
All
|